Geledah Kanwil BPN Riau, KPK Sita Sejumlah Dokumen

Geledah Kanwil BPN Riau, KPK Sita Sejumlah Dokumen

RIAUMANDIRI.CO - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  melakukan penggeledahan di Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau. Di sana, sejumlah dokumen disita terkait perkara yang tengah diusut lembaga antirasuah tersebut

Adapun perkara dimaksud adalah dugaan korupsi berupa suap pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan. Ini merupakan pengembangan kasus yang menjerat Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra.

Saat dikonfirmasi, Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri, membenarkan hal tersebut. Dikatakan Ali, penggeledahan dilakukan Senin (10/10) kemarin.


"Di lokasi ditemukan dan diamankan bukti diantaranya berbagai dokumen pengajuan dan perpanjangan HGU yang diduga memiliki keterkaitan dengan perkara," ujar Ali Fikri, Selasa (11/10).

Ia menuturkan, bukti-bukti ini digunakan untuk melengkapi berkas perkara. Dimana perkara tersebut telah ditingkatkan ke tahap penyidikan.

"Untuk melengkapi berkas perkara, bukti-bukti tersebut berikutnya segera dianalisis dan disita sebagai barang bukti," sebut Ali.

Dalam penyidikan baru itu, KPK mengaku telah mengantongi beberapa nama tersangka. Perkara ini sebelumnya menjerat Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agribisnis (AA), Sudarso, sebagai tersangka. Keduanya telah dihadapkan ke persidangan.

Dari informasi yang dihimpun, Bupati Kuansing nonaktif Andi Putra dalam perkara ini divonis 5 tahun dan 7 bulan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Terkait putusan ini, KPK mengajukan banding, namun sayangnya upaya hukum itu ditolak Pengadilan Tinggi (PT) Riau. 

Dalam putusannya yang dikeluarkan pada Rabu (5/10) kemarin, hakim lembaga peradilan tingkat kedua itu menguatkan putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Dengan begitu, Andi Putra tetap dihukum 5 tahun 7 bulan penjara, dan denda Rp200 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan 4 bulan.

Sebelumnya, mantan anggota DPRD Kabupaten Kuansing itu dituntut 8 tahun 6 bulan penjara oleh JPU KPK. Jaksa menilai Andi terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain penjara, JPU KPK juga menuntut Andi membayar denda Rp400 juta subsidair 6 bulan kurungan, dan mengembalikan uang Rp500 juta. Uang pengganti itu merupakan pemberian dari PT AA yang mengurus perpanjangan izin perkebunan. Jika tak dibayar, harta benda terdakwa disita, jika harta benda tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana pengganti kurungan penjara 1 tahun.

Selain pidana, JPU juga menyasar hak politik Bupati Kuansing itu. Jaksa ingin hakim mencabut hak politik, baik dipilih ataupun memilih, Andi Putra selama 5 tahun usai terdakwa menjalani hukuman pidana.

Sementara itu, pesakitan lainnya, Sudarso sudah berstatus narapidana. Ia sudah dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat oleh KPK.

Sudarso merupakan orang yang memberi suap kepada Bupati Kuansing nonaktif, Andi Putra untuk pengurusan perpanjangan izin HGU kebun sawit milik PT AA.

Eksekusi merupakan tindak lanjut putusan Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru Nomor : 1/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Pbr tanggal 28 Maret 2022 dengan terpidana Sudarso, yang sudah berkekuatan hukum tetap. Sudarso divonis hukuman 2 tahun penjara, dan denda Rp200 juta subsidair 4 bulan kurungan.(Dod)