Jaksa Hentikan Penuntutan Perkara KDRT di Rokan Hulu

Jaksa Hentikan Penuntutan Perkara KDRT di Rokan Hulu

RIAUMANDIRI.CO - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung RI kembali menyetujui permohonan penghentian penuntutan perkara melalui mekanisme Restorative Justice. Kali ini permohonan diajukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Rokan Hulu (Rohul).

Demikian diungkapkan Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Bambang Heripurwanto, Selasa (23/8). Dikatakan Bambang, pihaknya telah melaksanakan Video Conference Ekspos Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif bersama JAM Pidum Kejagung RI Fadil Zumhana.

"Dalam ekspos tersebut turut dihadiri Pak Wakajati (Akmal Abbas, red), dan Pak Aspidum (Martinus Hasibuan,red)," ujar Bambang.


Diterangkan Bambang, perkara dimaksud adalah tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka Albert Sibarani. Dia sebelumnya disangkakan melanggar Pasal 44 ayat (1) jo Pasal 5 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Bambang menyebut, perbuatan pria yang memiliki nama lain Pak Desi itu terjadi pada 16 Juni 2022 lalu. Saat itu, terjadi pertengkaran dalam rumah tangga antara dia dan istrinya, Medina Ambarita.

Singkat cerita, Albert melakukan pemukulan terhadap sang istri hingga akhirnya kasus ini bergulir ke kepolisian. Seiring jalannya waktu, berkas perkara ini dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejari Rohul.

Saat perkara telah dilimpahkan ke JPU, maka dilakukan upaya Restorative Justice berdasarkan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Bambang kemudian memaparkan alasan pemberian penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Yaitu, telah dilaksanakan proses perdamaian antara tersangka dan korban secara sukarela atau tanpa syarat dimana kedua belah pihak sudah saling memaafkan. Tersangka, kata Bambang, juga belum pernah dihukum, dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.

"Ancaman pidana perkara ini berupa denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun, dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Korban sendiri tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan," sebut Bambang.

"Masyarakat merespon positif penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini," sambung mantan Kasi Intelijen Kejari Tanjungpinang, Kepulauan Riau (Kepri) itu.

Permohonan penghentian penuntutan itu akhirnya disetujui oleh JAM Pidum. Selanjutnya Kepala Kejari (Kajari) Rohul Pri Wijeksonoakan menerbitkan surat ketetapan penghentian penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif justice sebagai perwujudan kepastian hukum. Dalam waktu dekat, tersangka Albert Sibarani akan dikeluarkan dari tahanan. 

"Tadi kami masih ekspos dengan Pak JAM Pidum dan sudah disetujui permohonan RJ kami. Tinggal menunggu surat dari Kejati untuk kami terbitkan SKP2. Barulah tersangka kami keluarkan tahanannya," singkat Kajari Rohul Pri Wijeksono saat dikonfirmasi terpisah melalui Kepala Seksi (Kasi) Pidana Umum (Pidum) Hendar Rasyid Nasution.(