Jamiluddin Ritonga: Pidato Puan Bernuansa Politis

Jamiluddin Ritonga: Pidato Puan Bernuansa Politis

RIAUMANDIRI.CO - Pengamat komunikasi politik M Jamiluddin Ritonga menilai Pidato Ketua DPR RI Puan Maharani dalam Sidang Tahunan 2022 agak berisi dan melaksanakan fungsi pengawasan DPR RI.

"Disebut agak berisi karena pidato Puan kali ini lebih banyak yang layak kutip," kata mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu kepada media ini, Rabu (17/8/2022).

Jamil menilai pidato Puan menyentuh substansi persoalan yang dihadapi masyarakat, termasuk mengenai BBM, infrastruktur, dan keterwakilan perempuan dalam berdemokrasi.

Melalui pidato itu, kata Jamil, Puan ingin memberi kesan bahwa dirinya punya kapasitas sebagai personal dan Ketua DPR RI. Kesan ini diperlukan agar nantinya ketika dicalonkan menjadi capres, masyarakat akan menilainya sangat layak.

"Sebagian isi pidato Puan tersebut juga dapat dipersepsi masyarakat sebagai bentuk sindiran terhadap Presiden Joko Widodo. Sindiran Puan kiranya menjadi bagian dari fungsi pengawasan yang dimiliki DPR RI," kata Jamil.

Hanya saja, menurut Jamil, karena hal itu disampaikan di tahun politik, maka fungsi pengawasan yang dilakukan Puan dipersepsi hanyalah jualan politik. Puan ingin mengambil momen Sidang Tahunan menjadi ajang meningkatkan citra diri sebagai sosok pembela rakyat," kata Jamil.

Posisioning seperti itu juga ingin ditanamkan dibenak masyarakat dengan mempersoalkan keterwakilan perempuan dalam berdemokrasi. Puan ingin dibenak masyarakat ia sebagai sosok pejuang perempuan.

"Hal itu juga menegaskan keinginan Puan menjadi capres pada Pilpres 2024. Puan ingin memberi pesan, perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki untuk dipilih dan memilih sebagai presiden," katanya.

Dikatakan Jamil, Puan berharap dengan peringatan dini tersebut, kelak ia mencalonkan diri sebagai capres tidak ada lagi yang mempersoalkannya. Elite dan masyarakat tidak lagi mempersoalkan perempuan tidak layak menjadi presiden.

"Peringatan dini itu tampaknya sengaja disampaikan Puan, karena masih banyak yang menilai perempuan tak layak menjadi pemimpin," sebut Jamil.

Sikap seperti itu diakui pengajar Universitas Esa Unggul itu masih banyak di tengah masyarakat, yang kalau tidak dingatkan sejak awal akan dapat menjadi penghalang bagi Puan menjadi capres. (*)



Tags Politik