60 Persen Tanah Wakaf Belum Bersertifikat

60 Persen Tanah Wakaf Belum Bersertifikat

RIAUMANDIRI.CO - Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Saadi mengungkapkan, banyak persoalan terkait tanah wakaf yang perlu diselesaikan secara bersama. Permasalahan bervariasi dan kompleks, sehingga perlu koordinasi dan kerjasama antar tiap stakeholder. 

Dia menyebut ada tiga hal yang bisa dilakukan guna menyelesaikan masalah-masalah perwakafan tersebut, yaitu: kepastian hukum, kedudukan hukum, dan pemberdayaan tanah wakaf itu sendiri.

Terkait kepastian hukum, Wamenag menyarankan agar peraturan terkait wakaf, baik undang-undang ataupun peraturan menteri, bisa diadendum menyesuaikan dengan permasalahan yang saat ini terjadi.

“Saya  rasa perlu amandemen UU, karena memang UU tentang wakaf sudah cukup lama. Sementara perkembangan begitu cepat, sehingga tidak bisa menjawab persoalan-persoalan yang terjadi saat ini. Kami dari Kementerian Agama mengusulkan UU direvisi agar lebih antisipatif dalam menangani persoalan dengan masalah wakaf,” jelas Wamenag saat menjadi narasumber pada seminar nasional Penyelamatan Harta Benda Wakaf di Medan, Rabu (27/7/2022). 

Terkait kedudukan hukum, Wamenag menilai bahwa dari sekitar 423 ribu lahan wakaf, baru 40 persen saja yang sudah tersertifikasi, selebihnya tidak tersertifikasi. Artinya 60 persen belum bersertifikat. Hal tersebut membuat banyak masalah di lapangan.

Karenanya, Wamenag mengimbau para stakeholder utama, dalam hal ini Badan Wakaf Indonesia (BWI) dibantu stakeholder lain untuk membuat tim percepatan sertifikasi lahan.  

“Karena sangat banyak tanah yang perlu disertifikasi, perlu kegesitan dari semua stakeholder. Karena kalau kita berharap dari Badan Pertanahan Nasional saja, tidak bisa. Sebab, fokus mereka tidak hanya wakaf,” katanya.

Terakhir, berkaitan dengan pemberdayaan wakaf, Wamenag melihat sangat banyak tanah wakaf yang masih merupakan lahan tidur dan tidak produktif. Wamenang mengimbau para pengelala agar tanah wakaf dimanfaatkan menjadi lahan produktif. Sehinga, tanah tersebut menghasilkan nilai manfaat bagi umat.

“Nilai manfaat itulah yang bisa diperbantukan untuk orang yang membutuhkan, dan meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat luas. Inilah yang belum tersentuh,” jelasnya.

Kemenag, lanjut Wamenag, sudah menginisiasi wakaf produktif. Kemenag sudah memulai memberi sumbangan kepada para nadzir, modal hibah masing-masing sebesar 100 juta agar bisa mengelola tanah wakaf dengan baik.

“Nantinya, tanah yang tidur tersebut bisa saja ditanami, disewakan untuk pernikahan misalnya, dan lainnya. Itu lebih produktif dan lebih bermanfaat,” tutupnya. (*)