DPR Soroti Tak Ada Penertiban Kebun Sawit Ilegal di Kawasan Hutan Selama 8 Tahun

DPR Soroti Tak Ada Penertiban Kebun Sawit Ilegal di Kawasan Hutan Selama 8 Tahun

RIAUMANDIRI.CO - Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro menyoroti tidak adanya penertiban kebun sawit ilegal yang berada di dalam kawasan hutan oleh pemerintah selama 8 tahun terakhir.

Akibatnya kian meningkatnya jumlah kebun sawit ilegal di Indonesia dari semula hanya seluas 8,4 juta hektar pada tahun 2018 dan kini meningkat menjadi 11,3 juta hektar pada tahun 2020.

Pada tahun 2018 itu, jumlah kebun sawit ilegal hanya 8,4 juta hektar dengan jumlah  878 perusahaan di 8 provinsi yang terdiri dari Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, Riau, Jambi dan Jawa Barat.

"Sebagaimana dilaporkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), telah terjadi penambahan jumlah kebun sawit ilegal seluas 2,9 juta hektar di tahun 2020 yang belum ditindaklanjuti, " kata Darori dalam rapat Panja Penyelesaian Penyelesaian Penggunaan dan Pelepasan Kawasan Hutan di Komisi IV DPR, Selasa (21/6/2022).

Dirinya mengaku sangat prihatin atas kondisi tersebut. Pasalnya tidak pernah ada tindak lanjut yang dilakukan atas temuan tersebut.

Politisi Partai Gerindra itu lantas menyinggung keberadaan dari sejumlah aturan, seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 terkait pengendalian kerusakan hutan dan Undang-Undang Cipta Kerja yang menyatakan pelaku perusakan hutan dapat di pidana penjara.

"Di Undang-undang 18 Tahun 2013 jelas disebutkan adanya pidana seumur hidup. Ketentuan itu diperkuat lagi di Undang-Undang Cipta Kerja yang mengatakan kalau perorangan dihukum 4 tahun penjara, kalau korporasi 8 tahun dan denda maksimal Rp1 triliun. Tetapi ini tidak dilaksanakan selama 8 tahun terakhir," jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, bahkan untuk penetapan aturan denda sebesar Rp11 juta per hektar bagi kebun sawit ilegal yang terlanjur berdiri di dalam kawasan hutan. Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Cipta Kerja, hingga saat ini pun Pemerintah tidak dapat melaksanakannya.

"Bagi yang terlanjur itu didenda dalam Undang-undang cipta kerja sebesar Rp11 juta per hektarnya, dan itu sampai sekarang perusahaan tidak berani karena denda tidak melekat pada pasal. Seperti di Undang-undang Nomor 41, Undang-undang konservasi serta semua Undang-undang disebutkan pidana junto denda sekian.Sehingga perusahaan takut, kalau dia bayar berarti ini alat bukti jadi di pidana," tandasnya. (*)



Tags DPR RI