Lapas Dipenuhi Napi Narkoba, DPR: Optimalkan Rehabilitasi

Lapas Dipenuhi Napi Narkoba, DPR: Optimalkan Rehabilitasi

RIAUMANDIRI.CO - Sebagian besar lembaga pemasyarakatan (lapas) dipenuhi narapidana kasus narkotika dan obat berbahaya (narkoba). Masalah ini memiliki korelasi dengan over kapasitas lapas. Karena itu, perlu dioptimalkan rehabilitasi bagi pengguna, pecandu dan korban narkoba.

Demikian dikemukakan anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta dalam diskusi forum  legislasi bertema "RUU Narkotika: Komitmen DPR RI Berantas Narkotika di Tanah Air", di Media Center DPR RI, Jakarta, Selasa (14/6/2022) pekan lalu.

Wayan mengungkapkan, angka penyebaran narkotika atau narkoba di Indonesia telah memasuki tahap mengkhawatirkan. Narapidana kasus narkotika ini mendominasi penghuni lapas yang ada di negara ini.

Dia mengutip data dari Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM. Per Agustus 2021, dari 151.303 narapidana tindak pidana khusus, sebanyak 96 persen atau 145.413 orang adalah narapidana narkotika.

Jumlah tersebut memiliki korelasi yang sangat signifikan dengan permasalah over kapaitas di lapas.Narapidana narkotika yang melakukan aktivitas di lapas bukannya sembuh dan bertaubat, malah menjadikan lapas sebagai pasar baru peredaran narkoba," kata politisi dari PDIP itu.

Tingginya angka tindak pidana penyalahan narkotika ini sangat mempengaruhi pembiayaan negara. Jika diukur dari jumlah aset TPPU yang disita BNN pada 2021 senilai Rp108 miliar jauh tidak seimbang dengan biaya makanan penghuni lapas yang mencapai kurang lebih Rp2 triliun pada tahun 2022 ini," ungkap Wayan.

Karena itu kata Wayan, dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 35 Tahun 2009, DPR RI dan Pemerintah satu kata, yaitu dengan mengoptimalkan rehabilitasi bagi pengguna, pecandu dan korban narkotika.Sedangkan bagi pengedar dan bandar dihukum seberat-beratnya, bila perlu dihukum mata.

Wayan mengakui bahwa pelaksanaan rehabilitasi ini sudah ada dalam UU sebelumnya. Namun dalam penerapan di lapangan selama ini, mereka yang direhabilitasi itu adalah orang-orang dari kalangan tertentu saja.

Dia tidak ingin hal ini terjadi lagi ke depan. Karena itu, dalam RUU Narkotika ini dia menginginkan ada ketegasan soal ketentuan rehabilitasi ini dengan tidak membuat persyaratan yang berbelit-belit.  

"Pada pasal 54 RUU Narkotika ini secara tegas disebutkan bahwa penyalah guna, korban dan pecandu wajib menjalani rehabilitasi. Namun di pasal berikutnya muncul persyaratan yang berbelit-belit dan membingungkan. Saya mengkhawatirkan dengan ada persyaratan ini ketentuan wajib rehabilitasi tidak berjalan optimal sesuai yang diharapkan," kata Wayan.

Sebenarnya menurut Wayan, rehabilitasi merupakan hukuman yang lebih berat bagi pengguna narkoba. Karena mereka dipaksa menjauhi "barang haram" itu dalam aktifitasnya sehari-hari.

"Berbeda dengan fakta empirik yang terjadi saat ini. Di mana pengguna narkotika yang dihukum penjara malah semakin bebas memperoleh dan menggunakan narkotika di balik jeruji besi. Jadi perubahan pradigma dari hukuman penjara menjadi rehabilitasi diyakini akan semakin menekan angka penyalahgunaan narkotika," kata Wayan dengan nada optimis.(*)



Tags Narkoba