IMF: Krisis Era Corona Bisa Lebih Buruk dari Depresi 1930

Rabu, 15 April 2020 - 07:12 WIB

RIAUMANDIRI.ID, JAKARTA - Pandemi virus corona yang melanda seluruh dunia telah menyeret perekonomian global ke 'jurang' resesi. Dana Moneter Dunia (International Monetary Fund/IMF) mengungkap virus corona telah membuat ekonomi global terpuruk.

Bahkan lebih buruk dari Depresi Besar (Great Depression) yang terjadi pada 1930. Sembilan dekade lalu, perekonomian dunia pun masuk jurang resesi.

Dikutip dari CNN, peristiwa yang dikenal dengan nama Depresi Besar atau Zaman Malaise dimulai saat perekonomian dunia jatuh akibat anjloknya bursa saham New York pada akhir 1929.

Depresi bursa efek tersebut turut menyeret ekonomi negara industri hingga negara berkembang hingga hancur. Volume perdagangan internasional terpukul, pendapatan pajak hingga perseorangan anjlok. Kondisi depresi tersebut mulai mereda saat Perang Dunia II.

Kini, para ekonom melihat kondisi yang jauh lebih 'menyeramkan' dari 90 tahun lalu. IMF telah mengeluarkan peringatan resesi bisa terjadi hingga 2021 jika para pembuat kebijakan gagal melakukan koordinasi global untuk bertahan dari virus corona.

"Bahkan resesi tersebut bisa jauh lebih buruk dari krisis keuangan global pada 2008," tulis IMF dalam situs resminya, Selasa (14/4).

IMP memperkirakan PDB akan terkontraksi sebesar 3 persen pada tahun ini. Proyeksi ini berubah 180 derajat dari proyeksi awal tahun yang masih optimis tumbuh 3,3 persen tahun ini.

"Lockdown (penguncian besar) diproyeksikan menyusutkan pertumbuhan global secara dramatis. Akan terjadi pemulihan secara parsial pada 2021. Namun, tingkat PDB akan tetap berada di bawah tren sebelum hadirnya virus corona," papar IMF.

IMF melihat dunia sedang berada dalam tahap awal krisis ekonomi paling parah dalam hampir seabad. IMF melihat angka pengangguran di Amerika Serikat akan meningkat menjadi 10,4 persen dan 9,1 persen pada tahun 2021.

Beberapa negara mulai mengambil langkah untuk 'menyerang' balik pandemi virus corona. Di Amerika Serikat, misalnya, sebagai epicentrum baru wabah covid-19, anggota parlemen telah memberikan lampu hijau untuk memberikan stimulus hingga US$2 triliun.

Jumlah ini belum termasuk stimulus yang telah dirogoh The Fed untuk menjaga sistem keuangan. Kondisi tersebut membuat IMF memproyeksikan ekonomi menyusut sebesar 5,9 persen tahun ini dan terburuk sejak 1946 di AS.

Sedangkan China, di mana awal virus corona 'lahir' diperkirakan membuat pertumbuhan ekonominya menjadi 1,2 persen. Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut akan mengalami pelemahan yang terburuk sejak 1976.

Prospek 'suram' bahkan bisa terjadi di negara yang pemerintah dan bank sentral telah cepat merespons pandemi corona dengan upaya membantu pekerja dan bisnis. Misalnya, di Jerman. IMF memperkirakan ekonomi Jerman, yang terbesar di Eropa, akan berdampak cukup tinggi. Diperkirakan perdagangan internasional Jerman bisa kontraksi sebesar 7 persen pada tahun ini.

Di Kanada, ekonomi diproyeksi menyusut hingga 6,2 persen. Sedangkan, Inggris diproyeksi menyusut 6,5 persen. Di Asia, Jepang sebagai negara ekonomi terbesar ketiga dunia diprediksi mengalami kontraksi sebesar 5,3 persen.

Walaupun, negara matahari terbit ini telah melakukan berbagai upaya untuk menghindari opsi 'lockdown' yang membuat sebagian kegiatan ekonomi dunia lumpuh.

Negara-negara Uni Eropa telah melakukan berbagai upaya dan merogoh kocek yang dalam untuk terus 'mengguyur' perusahaan dan rumah tangga. Negara tersebut telah mengurangi batasan defisit anggaran agar memungkinkan pinjaman uang yang lebih besar.

Sayangnya, Spanyol dan Italia sudah terpukul terlebih dahulu oleh virus corona. Spanyol akan mengalami penurunan ekonomi hingga 8 persen. Sementara Italia mencapai 9,1 persen. Kedua negara ini harus segera menemukan cara untuk memulihkan perekonomian.

Pulih pada 2021

IMF memperkirakan ekonomi global akan pulih pada 2021, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,8 persen jika pandemi mereda pada paruh kedua tahun ini. Namun, IMF memperingatkan bahwa proyeksi tersebut sangat tidak pasti.

"Pandemi dapat lebih persisten daripada yang diperkirakan. Selain itu, efek dari krisis kesehatan pada aktivitas ekonomi dan pasar keuangan bisa menjadi lebih kuat dan lebih tahan lama," papar IMF.

Dampak virus corona akan menguji batas-batas bank sentral untuk menjaga sistem keuangan dan meningkatkan beban fiskal dari goncangan. 'Bekas luka' ini akan berpengaruh pada kepercayaan konsumen. Sehingga, perusahaan dan rumah tangga dapat mengubah perilaku mereka.

"Perubahan ini dapat membuat lemahnya permintaan dan gangguan pada rantai pasokan," jelas IMF.

Bahkan lebih jauh, 'luka' tersebut bisa mengakibatkan pengurangan investasi dan kebangkrutan. IMF menegaskan pentingnya respon global untuk meringankan trauma ekonomi.

Salah satunya, pemerintah dan pejabat kesehatan masyarakat untuk meningkatkan kerja sama mereka.

"Negara-negara sangat perlu bekerja sama untuk memperlambat penyebaran virus dan mengembangkan vaksin dan terapi untuk melawan penyakit. Sampai intervensi medis semacam itu tersedia, tidak ada negara yang aman dari pandemi," kata laporan IMF.

IMF merekomendasikan agar pemerintah membelanjakan lebih banyak dana pada pengujian, mempekerjakan kembali para pensiunan profesional medis dan membeli peralatan seperti ventilator dan peralatan perlindungan pribadi. Pembatasan perdagangan pada produk medis harus dicabut.

IMF memuji negara-negara maju termasuk Australia, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat atas respons fiskal mereka terhadap krisis. Selain itu, mereka pun memberi kredit kepada China, Indonesia, dan Afrika Selatan.

"Langkah-langkah fiskal perlu ditingkatkan jika penghentian aktivitas ekonomi sama," pungkas IMF.

Editor: Mohd Moralis

Tags

Terkini

Terpopuler