Setelah 'Economic Terrorism', Iran Kini Tuding AS sebagai 'Medical Terrorism'

Ahad, 08 Maret 2020 - 10:09 WIB
Salah satu pejabat tinggi Iran Seyyed Mohammad Mirmohammadi yang meninggal dunia akibat virus corona. (ifpnews)

RIAUMANDIRI.ID, TEHERAN – Jumlah korban meninggal di Iran akibat virus Corona bertambah 21 orang pada Sabtu (7/3). Di saat yang sama, pemerintah Iran menuding Washington menghambat penanganan yang dilakukan Teheran terhadap wabah itu. 

Juru bicara Kementerian Kesehatan Iran, Kianoush Jahanpour mengatakan, 21 korban meninggal ini membuat total korban jiwa akibat Corona di negaranya menjadi 145 orang. 

Sebanyak 1.076 kasus tambahan dikonfirmasi dalam 24 jam terakhir. Walhasil, jumlah totalnya menjadi 5.823 kasus Virus Corona. 

"Lebih dari 16.000 orang saat ini dirawat di rumah sakit sebagai suspect," kata Jahanpour saat konferensi pers yang disiarkan televisi, dikutip dari AFP. 

Jahanpour juga mengatakan 1.669 orang yang sakit telah pulih. 

Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, melalui akun Twitter-nya, mengatakan sanksi-sanksi dari Amerika yang diberlakukan kembali sejak 2018, merusak upaya Iran melawan virus yang mulai muncul di Wuhan, China, itu. 

Presiden AS Donald Trump, kata dia, Sabtu (7/3), "secara jahat memperketat sanksi ilegalnya dengan tujuan menguras sumber daya Iran yang diperlukan dalam perang melawan # COVID-19 - sementara warga negara kami sedang sekarat."

"Dunia tidak bisa lagi diam karena #EconomicTerrorism AS digantikan oleh #MedicalTerrorism," ia menambahkan. 

Republik Islam itu diketahui jadi salah satu episentrum wabah Corona. Korban terbarunya adalah seorang anggota parlemen Teheran konservatif yang baru terpilih, Fatemeh Rahbar (55). Ia menjadi anggota dewan kedua yang terbunuh oleh virus tersebut. 

Tujuh politikus dan pejabat pemerintah lainnya tewas dalam wabah tersebut. 

Meski semua provinsi melaporkan kasus Corona, Teheran tetap menjadi wilayah yang paling terdampak virus itu di Iran. 

Iran telah menutup sekolah dan universitas hingga awal April, dan menangguhkan acara budaya dan olahraga utama. 

Jumlah infeksi meningkat di provinsi utara khususnya, kata Jahanpour. Lebih dari 300 kasus baru yang dilaporkan pada hari Sabtu berada di Mazandaran, tujuan wisata populer di Laut Kaspia. 

Namun demikian, perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO di Iran memuji sistem perawatan kesehatan negara itu. 

"Iran memiliki salah satu sistem perawatan kesehatan terkuat dari semua negara di kawasan Mediterania timur," kata kepala delegasi Richard Brennan pada konferensi pers di Teheran. 

"Unsur-unsur yang merespons [wabah] di sini telah berkembang lebih jauh daripada di sejumlah negara lain," tambahnya. 

Perwakilan WHO di Iran, Christoph Hamelmann, mengatakan organisasinya dapat membantu meredam "dampak sanksi sepihak pada sektor kesehatan, terutama melalui bantuan pengadaan dan suplai obat-obatan esensial." 

Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengaku siap membantu Iran untuk mengatasi penyebaran virus corona baru, jika mereka meminta bantuan. 

"Jika kami bisa membantu Iran dengan masalah ini, kami tentu bersedia melakukannya. Yang harus dilakukan adalah meminta. Kami akan memiliki profesional hebat di sana," kata dia. 

Fasilitas medis yang kurang memadai disinyalir turut memperburuk penyebaran corona di Iran. 

Dilansir dari majalah Foreign Policy, sanksi Amerika Serikat dinilai mempersulit keadaan Iran dalam menghadapi serangan Corona. Pasalnya, embargo ekonomi membuat rantai pasokan industri obat-obatan dan alat kesehatan ikut terganggu. 

Iran sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki ambisi untuk memiliki senjata nuklir. Selama ini, Washington menuding Iran masih mengembangkan program pengembangan nuklir meski hal itu ditepis oleh Teheran.

Editor: Nandra F Piliang

Tags

Terkini

Terpopuler